28 Oktober 2020, hari dimana setiap tahun orang-orang
mengucapkan Selamat Hari Sumpah Pemuda di media sosial yang ia punya.
Menyuarakan kepeduliannya akan itu, menyatakan hormatnya akan apa yang pemuda
terdahulu lakukan hingga Sumpah Pemuda itu ada. Tapi banyak yang lupa esoknya.
Hahaha.
Aku juga begitu.
Tapi hari ini, momen ini sejujurnya aku malu. Malu pada
janjiku yang malas untuk ku tepati. Malu pada impianku yang dengan angkuhnya ku
ceritakan pada Alien dulu dan malu pada senior-senior yang menaruh harapan
padaku.
“Yen, aku mau memperkenalkan Sadu kepada orang-orang luar.
Mereka harus tahu Sadu tak seburuk yang mereka pikir. Mereka harus tahu kami
ada” itu kataku dulu pada Alien. Tapi sebenarnya yang aku lakukan hanya sebatas
Sungai Itik saja. Aku ingin mengembalikan kejayaannya dulu. Tapi soal Sadu aku
tidak berbohong. “Sekali dayung dua pulau terlampaui” kataku saat Alien
memastikan rencanaku itu benar atau tidak.
Aku ingat, duduk aku berdua di sofa ruang tamu Pak Anjang
Agus, berseberangan meja. Kala teman lain belum tiba. Dia menyadari gagasan
terselubungku untuk mengembalikan Sungai Itik seperti dulu di Media Sosial. Dia
yang telah lama menunggu hal itu, pada hari itu langsung memberiku tiket kesempatan
untuk mewujudkan mimpi yang ku sombongkan di depan Alien. Menghimpun Pemuda
Sadu yang mulai asik sendiri dengan telepon pintarnya, membuktikan bahwa kami
Pemuda masa kini juga bisa beraksi seperti pemuda masa lalu.
Hah, sekarang menulis ini rasanya lucu banget. Dulu aku
menggebu-gebu bak Jerami kering yang tersulut api. Didukung senior, bertemu
pemuda-pemuda yang ternyata juga punya impian sama dan didukung oleh
masyarakat dan pemerintah daerah. Keren banget. Ingat aku kalimat perumpamaan
kala berbicara didepan Pemuda-Pemuda yang (ku pikir) membara semangatnya.
Beberapa menit sebelum kami membentuk Organisasi Kepemudaaan yang kemudian
secara Musyawarah kami sepakati dengan nama Gerakan Pemuda Sadu Bersatu.
“Kita pemuda ibarat sebuah lidi. Lidi dipakai menyapu apalah
dayanya?. Dipakai untuk menyakiti orang, mudah saja. Tapi, kalau puluhan lidi
dihimpun menjadi satu, ada gunanya. Kita ibarat lidi-lidi itu dan hari ini kita
dihimpun dengan tujuan yang sama. Organisasi yang kita bentuk adalah
pengikatnya. Ikat yang erat, jangan sampai terburai. Biar kita ada manfaatnya”.
Tahun-tahun awal aku senang, aku bangga. Ku banggakan itu
pada Alien bahwa mimpiku terwujud. Meski dia bilang, kenapa bukan aku yang
menjadi pemimpinnya. Karena aku tahu alur jalannya. Ku bilang, aku lebih senang
menjadi tukang kayuh. Menjadi orang-orang dibelakang layar. Lagi pula Indonesia
itu negara Demokrasi. Massa memilih bukan seberapa kompetennya kau, tapi
seberapa terkenalnya dirimu dan seberapa dekat hubungan kekerabatan yang kau
punya dengan mereka. Aku tahu, itu kenapa Alien tidak mau mengakui bahwa
dirinya berasal dari bumi. Dia benci itu.
Kini, hampir tiga tahun setelah itu. Aku menjadi pecundang
karena tidak melakukan apa-apa. Ikatan pada sapu lidi itu terlalu erat kurasa.
Makanya dia putus dan lidi-lidi itu terburai. Aku terlalu naif menganggap bahwa
pemuda kini dapat seperti pemuda masa lalu. Aku lupa peran media sosial dan
ketergantungan akan hal itu membuat kehidupan sosial yang sebenarnya jauh dari
yang aku harapkan. Bahkan aku lupa bahwa aku sendiri juga seperti itu.
Ah, jika dapat sampai suratku pada Alien disana, aku akan
mengakui aku kalah. Mimpiku terlalu besar dan tak dapat aku taklukkan. Yang tersisa
kini hanya rasa malu, pada mereka, pada kesombonganku dan pada diriku sendiri
untuk list tahunan yang tak pernah terceklis. Aku merasa tidak pantas mengucapkan selamat untuk hari ini dan melakukan pencitraan dengan kata-kata sotoyku. Nyatanya, itu tak bisa memotivasi diriku sendiri.
.
Yen, aku telah
menyerah berkayuh. Bahkan perahu tunggalku pun enggan ku kayuh. Kubiarkan saja
mengikuti arus. Barangkali juga jerami keringku telah habis, hingga tak ada lagi
yang dapat ku bakar. Aku sedih untuk hidup biasa-biasaku ini. Aku sedih untuk
harapan yang ku kubur dan mulai ku lupa. Aku juga sedih tidak ada kau yang
menjadi tempat aku menyombongkan diri. Aku kalah dan tidak tahu mau mengadu
kemana :’(