Selasa, 27 Oktober 2020

Sapu Lidi, Jerami Kering dan Aku Yang Enggan Mengayuh Sampan.


28 Oktober 2020, hari dimana setiap tahun orang-orang mengucapkan Selamat Hari Sumpah Pemuda di media sosial yang ia punya. Menyuarakan kepeduliannya akan itu, menyatakan hormatnya akan apa yang pemuda terdahulu lakukan hingga Sumpah Pemuda itu ada. Tapi banyak yang lupa esoknya. Hahaha.

Aku juga begitu.

Tapi hari ini, momen ini sejujurnya aku malu. Malu pada janjiku yang malas untuk ku tepati. Malu pada impianku yang dengan angkuhnya ku ceritakan pada Alien dulu dan malu pada senior-senior yang menaruh harapan padaku.

“Yen, aku mau memperkenalkan Sadu kepada orang-orang luar. Mereka harus tahu Sadu tak seburuk yang mereka pikir. Mereka harus tahu kami ada” itu kataku dulu pada Alien. Tapi sebenarnya yang aku lakukan hanya sebatas Sungai Itik saja. Aku ingin mengembalikan kejayaannya dulu. Tapi soal Sadu aku tidak berbohong. “Sekali dayung dua pulau terlampaui” kataku saat Alien memastikan rencanaku itu benar atau tidak.

Aku ingat, duduk aku berdua di sofa ruang tamu Pak Anjang Agus, berseberangan meja. Kala teman lain belum tiba. Dia menyadari gagasan terselubungku untuk mengembalikan Sungai Itik seperti dulu di Media Sosial. Dia yang telah lama menunggu hal itu, pada hari itu langsung memberiku tiket kesempatan untuk mewujudkan mimpi yang ku sombongkan di depan Alien. Menghimpun Pemuda Sadu yang mulai asik sendiri dengan telepon pintarnya, membuktikan bahwa kami Pemuda masa kini juga bisa beraksi seperti pemuda masa lalu.

Hah, sekarang menulis ini rasanya lucu banget. Dulu aku menggebu-gebu bak Jerami kering yang tersulut api. Didukung senior, bertemu pemuda-pemuda yang ternyata juga punya impian sama dan didukung oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Keren banget. Ingat aku kalimat perumpamaan kala berbicara didepan Pemuda-Pemuda yang (ku pikir) membara semangatnya. Beberapa menit sebelum kami membentuk Organisasi Kepemudaaan yang kemudian secara Musyawarah kami sepakati dengan nama Gerakan Pemuda Sadu Bersatu.

“Kita pemuda ibarat sebuah lidi. Lidi dipakai menyapu apalah dayanya?. Dipakai untuk menyakiti orang, mudah saja. Tapi, kalau puluhan lidi dihimpun menjadi satu, ada gunanya. Kita ibarat lidi-lidi itu dan hari ini kita dihimpun dengan tujuan yang sama. Organisasi yang kita bentuk adalah pengikatnya. Ikat yang erat, jangan sampai terburai. Biar kita ada manfaatnya”.

Tahun-tahun awal aku senang, aku bangga. Ku banggakan itu pada Alien bahwa mimpiku terwujud. Meski dia bilang, kenapa bukan aku yang menjadi pemimpinnya. Karena aku tahu alur jalannya. Ku bilang, aku lebih senang menjadi tukang kayuh. Menjadi orang-orang dibelakang layar. Lagi pula Indonesia itu negara Demokrasi. Massa memilih bukan seberapa kompetennya kau, tapi seberapa terkenalnya dirimu dan seberapa dekat hubungan kekerabatan yang kau punya dengan mereka. Aku tahu, itu kenapa Alien tidak mau mengakui bahwa dirinya berasal dari bumi. Dia benci itu.

Kini, hampir tiga tahun setelah itu. Aku menjadi pecundang karena tidak melakukan apa-apa. Ikatan pada sapu lidi itu terlalu erat kurasa. Makanya dia putus dan lidi-lidi itu terburai. Aku terlalu naif menganggap bahwa pemuda kini dapat seperti pemuda masa lalu. Aku lupa peran media sosial dan ketergantungan akan hal itu membuat kehidupan sosial yang sebenarnya jauh dari yang aku harapkan. Bahkan aku lupa bahwa aku sendiri juga seperti itu.

Ah, jika dapat sampai suratku pada Alien disana, aku akan mengakui aku kalah. Mimpiku terlalu besar dan tak dapat aku taklukkan. Yang tersisa kini hanya rasa malu, pada mereka, pada kesombonganku dan pada diriku sendiri untuk list tahunan yang tak pernah terceklis. Aku merasa tidak pantas mengucapkan selamat untuk hari ini dan melakukan pencitraan dengan kata-kata sotoyku. Nyatanya, itu tak bisa memotivasi diriku sendiri. 

.




Yen, aku telah menyerah berkayuh. Bahkan perahu tunggalku pun enggan ku kayuh. Kubiarkan saja mengikuti arus. Barangkali juga jerami keringku telah habis, hingga tak ada lagi yang dapat ku bakar. Aku sedih untuk hidup biasa-biasaku ini. Aku sedih untuk harapan yang ku kubur dan mulai ku lupa. Aku juga sedih tidak ada kau yang menjadi tempat aku menyombongkan diri. Aku kalah dan tidak tahu mau mengadu kemana :’(